The Brotherhood of Bon- Kid Community

The Brotherhood of Bon- Kid Community
This Product Was Made By Odjie

Cari Blog Ini

SALAM PEMBACA

Aku hanyalah sedikit debu yang selalu terbang bersama arah angin berlalu tanpa aku tahu kemana arahnya. jika suatu kelak angin itu akan menuju dalam jalan kebaikan, maka itulah jalan yang sedang aku tempuh, namun jika sebaliknya aku akan berusaha terbang dengan sayap yang tak bisa aku rentangkan untuk melawannya.

On the Sky
Powered By Blogger

Kamis, 24 Desember 2009

Kisah Misteri Kerajaan Shambala

Selama ribuan tahun, ada sebuah rumor yang beredar, bahwa di suatu tempat di Tibet, diantara puncak-puncak bersalju Himalaya dan lembah-lembah yang terpencil, ada sebuah surga yang tidak tersentuh, sebuah kerajaan dimana kebijakan universal dan damai yang tidak terlukiskan berada. Sebuah kerajaan yang disebut Shambala.
James Hilton menulis mengenai kota mistik ini pada tahun 1933 di dalam bukunya yang berjudul “Lost Horizon”. Hollywood lalu mengangkatnya dalam film produksi tahun 1960, “Shangri-la”. Bahkan penulis terkenal James Redfield yang menulis The Celestine Prophecy juga menulis satu buku yang berjudul “The Secret of Shambala : In Search of the Eleven Insight.” Shambhala yang misterius ini juga dianggap sebagai sumber bagi Kalachakra, yaitu cabang paling tinggi dan esoterik dalam mistik Tibet.



Legenda mengenai Shambhala sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu. Kita bisa menemukan catatan tentang kerajaan ini di dalam teks-teks kuno seperti Kalachakra dan Zhang Zhung yang bahkan sudah ada sebelum agama Budha masuk ke Tibet.

Kata Shambala (atau Shambala) berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti “Tempat kedamaian” atau “Tempat keheningan”. Kerajaan ini memiliki ibukota bernama Kalapa dan diperintah oleh raja-raja dinasti Kulika atau Kalki. Di tempat inilah makhluk hidup yang sempurna dan semi sempurna bertemu dan bersama-sama memandu evolusi kemanusiaan. Hanya mereka yang murni hatinya yang dapat tinggal di tempat ini. Disana mereka akan menikmati kebahagiaan dan kedamaian dan tidak akan sekalipun mengenal penderitaan.

Konon di kerajaan itu, cinta kasih dan kebijakanlah yang memerintah. Tidak pernah terjadi ketidakadilan. Penduduknya memiliki pengetahuan spiritual yang sangat mendalam dan kebudayaan mereka didasari oleh hukum, seni dan pengetahuan yang jauh lebih tinggi dibanding dengan pencapaian yang pernah diraih dunia luar.

Banyak petualang dan penjelajah telah berusaha mencari kerajaan mistik ini. Menurut mereka, mungkin Shambala terletak di wilayah pegunungan Eurasia, tersembunyi dari dunia luar. Sebagian lagi yang tidak menemukannya percaya bahwa Shambala hanyalah sebuah simbol, penghubung antara dunia nyata dengan dunia yang ada di seberang sana. Tapi, sebagian orang lagi percaya bahwa Shambhala adalah sebuah dunia yang nyata.

Menurut Teks kuno Zhang Zhung, Shambhala identik dengan Lembah Sutlej di Himachal Pradesh. Sedangkan bangsa Mongolia mengidentikkannya dengan lembah-lembah tertentu di Siberia selatan.


Informasi mengenai kerajaan ini sampai ke peradaban barat pertama kali lewat seorang misionaris katolik Portugis bernama Estevao Cacella yang mendengar kisah ini dari penduduk setempat. Lalu pada tahun 1833, seorang cendikiawan Hungaria bernama Sandor Korosi Csoma bahkan menyediakan kordinat Shambhala yang dipercaya berada diantara 45′ dan 50′ lintang utara.

Menarik, menurut catatan Alexandra David Neel yang telah menghabiskan sebagian hidupnya di Tibet, Shambala ternyata tidak hanya dikenal di Tibet. Jauh di utara Afghanistan, ada sebuah kota kecil yang bernama Balkh, sebuah kota kuno yang juga dikenal sebagai “ibu dari kota-kota”. Legenda masyarakat Afghanistan modern menyatakan bahwa setelah penaklukan oleh kaum Muslim, kota Balkh sering disebut sebagai “Lilin yang terangkat” atau dalam bahasa Persia dikenal dengan sebutan “Sham-I-Bala”. Entahlah, kita tidak tahu pasti apakah kota ini berhubungan dengan Shambhala yang misterius atau tidak.


Legenda Shambhala kemudian menarik perhatian seorang penganut esoterik dan teosofi bernama Nicholas Roerich (1874-1947). Dalam keingintahuannya, ia menjelajahi gurun Gobi menuju pegunungan Altai dari tahun 1923 hingga tahun 1928. Perjalanan ini menempuh 15.500 mil dan melintasi 35 puncak-puncak gunung tertinggi di dunia. Namun usaha yang luar biasa ini tetap tidak dapat menemukan kerajaan itu.

Bahkan Nazi yang juga sangat berkaitan dengan dunia esoterik pernah mengirim ekspedisi pencarian Shambhala pada tahun 1930, 1934 dan 1938.

Tapi, tidak satupun dari antara mereka yang berhasil menemukannya.

Edwin Bernbaum menulis dalam “The Way of Shambhala” :

“Sementara penjelajah mendekati kerajaan itu, perjalanan mereka menjadi semakin sulit dilihat. Salah satu pendeta Tibet menulis bahwa peristiwa ini memang dimaksudkan untuk menjauhkan Shambhala dari para barbar yang berniat untuk menguasainya.”

Apa yang ditulis oleh Bernbaum sangat berkaitan dengan ramalan Shambhala. Menurut ramalan itu, umat manusia akan mengalami degradasi ideologi dan kemanusiaan. Materialisme akan menyebar ke seluruh bumi. Ketika para “barbar” ini bersatu dibawah komando seorang raja yang jahat, maka barulah kabut yang menyelubungi pegunungan Shambhala akan terangkat dan pasukan raja ini dengan persenjataan yang mengerikan akan menyerang kota itu.

Lalu raja Shambhala ke-25 yang bernama Rudra Cakrin akan memimpin pasukannya untuk melawan pasukan Barbar itu. Dalam pertempuran itu, raja yang jahat dan pasukannya berhasil dihancurkan dan umat manusia akan dikembalikan ke dalam kedamaian.

Beberapa cendikiawan seperti Alex Berzin, dengan menggunakan perhitungan dari Tantra Kalachakra, percaya bahwa peristiwa ini akan terjadi pada tahun 2424 Masehi.

Ketika kebudayaan timur bergerak ke barat, mitos Shambhala bangkit dari dalam kabut waktu. Saya rasa, kerinduan akan kedamaianlah yang telah menyebabkan umat manusia berusaha menemukan kerajaan utopia ini. Mungkin kita tidak akan pernah menemukan Shambhala, namun mungkin juga kita tidak perlu mencari terlalu jauh.

Sebuah kisah kuno dari Tibet menceritakan bahwa suatu hari ada seorang anak muda yang bersiap untuk mencari Shambhala. Setelah menjelajahi banyak gunung, ia menemukan sebuah gua. Di dalamnya ada seorang pertapa tua yang kemudian bertanya kepada anak muda itu : “Kemanakah tujuanmu sehingga engkau rela menjelajahi salju yang tebal ini ?”

“Untuk menemukan Shambhala,” Jawab anak muda itu.

“Ah, engkau tidak perlu pergi jauh.” Kata pertapa itu. “Sesungguhnya Kerajaan Shambhala ada di dalam hatimu sendiri.”

Benarkah ada Shambhala di hati kita ?

sumber: http://xfile-enigma.blogspot.com/2009/12/misteri-kerajaan-shambhala.html

Read more: http://unic77.blogspot.com/2009/12/kisah-misteri-kerajaan-shambhala.html#ixzz0GNpF2sQS

Rabu, 23 Desember 2009

Image

23 Dec 2009

Police hand over more files on Westminster expenses

guardian.co.uk News Wed 23 Dec 2009 11:48 GMT

Two more sets of evidence against politicians given to Crown Prosecution Service

Scotland Yard handed two more files of evidence against politicians suspected of abusing their expenses to prosecutors today.

Officials at the Crown Prosecution Service (CPS) are now examining six cases of alleged wrongdoing by MPs and peers.

A Metropolitan police spokesman said a "small number" of cases remained under investigation by detectives.

He said: "The Metropolitan police service has today delivered two further files of evidence relating to parliamentary expenses to the Crown Prosecution Service.

"These files relate to two people and will now be subject to CPS consideration on whether there should be any charges.

"The CPS is now considering files relating to a total of six people from both Houses. A small number of cases remain under investigation."

None of the parliamentarians concerned have been named by the police, although recent media reporting has concentrated on six individuals.

They include Labour MPs Elliot Morley and David Chaytor, who each claimed thousands of pounds in second home allowances for so-called "phantom" mortgages which had already been paid off.

A third Labour MP, Jim Devine, has reportedly been under investigation over invoices he submitted for electrical work worth £2,157 from a company with an allegedly fake address and an invalid VAT number.

Labour peer Lady Uddin is facing allegations that she claimed £100,000 in allowances by registering as her main home a property in Maidstone, Kent, that was reportedly barely occupied.

Another Labour peer, Lord Clarke of Hampstead, a former party chairman, has admitted his "terrible error" in claiming up to £18,000 a year for overnight subsistence when he often stayed with friends in London or returned home to St Albans, Herts.

Lord Hanningfield, a Conservative peer who is also leader of Essex county council, was reported to be under investigation over whether he was returning to his home while claiming overnight allowances totalling £100,000 over a seven-year period.

Keir Starmer, the director of public prosecutions, must now decide whether there is a realistic chance of securing convictions and what charges, if any, he should bring.

Potentially, the parliamentarians could be prosecuted for fraud or false accounting, with maximum penalties of 10 or seven years.

Scotland Yard launched a number of investigations last June into potential criminal wrongdoing after details of MPs' expenses and allowances were made public by the Daily Telegraph.

A CPS spokesman said: "The CPS received two additional files of evidence from the Metropolitan police in relation to parliamentary expenses.

"Any decisions on whether or not there should be any charges in relation to these files and those already received will be made as quickly as is reasonably practical.

"It would be inappropriate to comment any further at this stage."


ImageSend to a friend
ImageContact us
Go back to the web story
Browse guardian jobs
Soulmates Soulmates dating

Search for a date now
Get text alerts

Sponsored features
Mobile marketing
Win a trip to Cuba
Get the latest Red Bull Air Race news and videos
Enjoy England- take part and win
News | Sport | Business | Culture | Most read | Money | Comment | Environment | Travel | Life & Style | All sections

m.guardian.co.uk © Guardian News and Media Limited 2009

Mobile | Standard/Desktop
Terms and conditions
Privacy policy

Selasa, 22 Desember 2009

Di Atas Sajadah Cinta

KOTA KUFAH terang oleh sinar purnama. Semilir angin yang bertiup dari utara membawa
hawa sejuk. Sebagian rumah telah menutup pintu dan jendelanya. Namun geliat hidup kota
Kufah masih terasa.
Di serambi masjid Kufah, seorang pemuda berdiri tegap menghadap kiblat. Kedua matanya
memandang teguh ke tempat sujud. Bibirnya bergetar melantunkan ayat-ayat suci Al-Quran. Hati
dan seluruh gelegak jiwanya menyatu dengan Tuhan, Pencipta alam semesta. Orang-orang
memanggilnya “Zahid” atau “Si Ahli Zuhud”, karena kezuhudannya meskipun ia masih muda.
Dia dikenal masyarakat sebagai pemuda yang paling tampan dan paling mencintai masjid di kota
Kufah pada masanya. Sebagian besar waktunya ia habiskan di dalam masjid, untuk ibadah dan
menuntut ilmu pada ulama terkemuka kota Kufah. Saat itu masjid adalah pusat peradaban, pusat
pendidikan, pusat informasi dan pusat perhatian.
Pemuda itu terus larut dalam samudera ayat Ilahi. Setiap kali sampai pada ayat-ayat azab,
tubuh pemuda itu bergetar hebat. Air matanya mengalir deras. Neraka bagaikan menyala-nyala
dihadapannya. Namun jika ia sampai pada ayat-ayat nikmat dan surga, embun sejuk dari langit
terasa bagai mengguyur sekujur tubuhnya. Ia merasakan kesejukan dan kebahagiaan. Ia bagai
mencium aroma wangi para bidadari yang suci.
Tatkala sampai pada surat Asy Syams, ia menangis,
“fa alhamaha fujuuraha wa taqwaaha.
qad aflaha man zakkaaha.
wa qad khaaba man dassaaha
…”
(maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu jalan kefasikan dan ketaqwaan,
sesungguhnya, beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu,
dan sungguh merugilah orang yang mengotorinya
…)
Hatinya bertanya-tanya. Apakah dia termasuk golongan yang mensucikan jiwanya. Ataukah
golongan yang mengotori jiwanya? Dia termasuk golongan yang beruntung, ataukah yang
merugi?
Ayat itu ia ulang berkali-kali. Hatinya bergetar hebat. Tubuhnya berguncang. Akhirnya ia
pingsan.
***
Sementara itu, di pinggir kota tampak sebuah rumah mewah bagai istana. Lampu-lampu
yang menyala dari kejauhan tampak berkerlap-kerlip bagai bintang gemintang. Rumah itu milik
seorang saudagar kaya yang memiliki kebun kurma yang luas dan hewan ternak yang tak
terhitung jumlahnya.
Dalam salah satu kamarnya, tampak seorang gadis jelita sedang menari-nari riang gembira.
Wajahnya yang putih susu tampak kemerahan terkena sinar yang terpancar bagai tiga lentera
yang menerangi ruangan itu. Kecantikannya sungguh memesona. Gadis itu terus menari sambil
mendendangkan syair-syair cinta,
“in kuntu ‘asyiqatul lail fa ka’si
musyriqun bi dhau’
wal hubb al wariq
…”
(jika aku pencinta malam maka
gelasku memancarkan cahaya
dan cinta yang mekar
…)
***
Gadis itu terus menari-nari dengan riangnya. Hatinya berbunga-bunga. Di ruangan tengah,
kedua orangtuanya menyungging senyum mendengar syair yang didendangkan putrinya. Sang
ibu berkata, “Abu Afirah, putri kita sudah menginjak dewasa. Kau dengarkanlah baik-baik syairsyair
yang ia dendangkan.”
“Ya, itu syair-syair cinta. Memang sudah saatnya dia menikah. Kebetulan tadi siang di pasar
aku berjumpa dengan Abu Yasir. Dia melamar Afirah untuk putranya, Yasir.”
“Bagaimana, kau terima atau…?”
“Ya jelas langsung aku terima. Dia ‘kan masih kerabat sendiri dan kita banyak berhutang
budi padanya. Dialah yang dulu menolong kita waktu kesusahan. Di samping itu Yasir itu gagah
dan tampan.”
“Tapi bukankah lebih baik kalau minta pendapat Afirah dulu?”
“Tak perlu! Kita tidak ada pilihan kecuali menerima pinangan ayah Yasir. Pemuda yang
paling cocok untuk Afirah adalah Yasir.”
“Tapi, engkau tentu tahu bahwa Yasir itu pemuda yang tidak baik.”
“Ah, itu gampang. Nanti jika sudah beristri Afirah, dia pasti juga akan tobat! Yang penting
dia kaya raya.”
***
Pada saat yang sama, di sebuah tenda mewah, tak jauh dari pasar Kufah. Seorang pemuda
tampan dikelilingi oleh teman-temannya. Tak jauh darinya seorang penari melenggak lenggokan
tubuhnya diiringi suara gendang dan seruling.
“Ayo bangun, Yasir. Penari itu mengerlingkan matanya padamu!” bisik temannya.
“Be…benarkah?”
“Benar. Ayo cepatlah. Dia penari tercantik kota ini. Jangan kau sia-siakan kesempatan ini,
Yasir!”
“Baiklah. Bersenang-senang dengannya memang impianku.”
Yasir lalu bangkit dari duduknya dan beranjak menghampiri sang penari. Sang penari
mengulurkan tangan kanannya dan Yasir menyambutnya. Keduanya lalu menari-nari diiringi
irama seruling dan gendang. Keduanya benar-benar hanyut dalam kelenaan. Dengan gerakan
mesra penari itu membisikkan sesuatu ketelinga Yasir,
“Apakah Anda punya waktu malam ini bersamaku?”
Yasir tersenyum dan menganggukan kepalanya. Keduanya terus menari dan menari. Suara
gendang memecah hati. Irama seruling melengking-lengking. Aroma arak menyengat nurani.
Hati dan pikiran jadi mati.
***
Keesokan harinya.
Usai shalat dhuha, Zahid meninggalkan masjid menuju ke pinggir kota. Ia hendak menjenguk
saudaranya yang sakit. Ia berjalan dengan hati terus berzikir membaca ayat-ayat suci Al-Quran.
Ia sempatkan ke pasar sebentar untuk membeli anggur dan apel buat saudaranya yang sakit.
Zahid berjalan melewati kebun kurma yang luas. Saudaranya pernah bercerita bahwa kebun
itu milik saudagar kaya, Abu Afirah. Ia terus melangkah menapaki jalan yang membelah kebun
kurma itu. Tiba-tiba dari kejauhan ia melihat titik hitam. Ia terus berjalan dan titik hitam itu
semakin membesar dan mendekat. Matanya lalu menangkap di kejauhan sana perlahan bayangan
itu menjadi seorang sedang menunggang kuda. Lalu sayup-sayup telinganya menangkap suara,
“Toloong! Toloong!!”
Suara itu datang dari arah penunggang kuda yang ada jauh di depannya. Ia menghentikan
langkahnya. Penunggang kuda itu semakin jelas.
“Toloong! Toloong!!”
Suara itu semakin jelas terdengar. Suara seorang perempuan. Dan matanya dengan jelas bisa
menangkap penunggang kuda itu adalah seorang perempuan. Kuda itu berlari kencang.
“Toloong! Toloong hentikan kudaku ini! Ia tidak bisa dikendalikan!”
Mendengar itu Zahid tegang. Apa yang harus ia perbuat. Sementara kuda itu semakin dekat
dan tinggal beberapa belas meter di depannya. Cepat-cepat ia menenangkan diri dan membaca
shalawat. Ia berdiri tegap di tengah jalan. Tatkala kuda itu sudah sangat dekat ia mengangkat
tangan kanannya dan berkata keras,
“Hai kuda makhluk Allah, berhentilah dengan izin Allah!”
Bagai pasukan mendengar perintah panglimanya, kuda itu meringkik dan berhenti seketika.
Perempuan yang ada dipunggungnya terpelanting jatuh. Perempuan itu mengaduh. Zahid
mendekati perempuan itu dan menyapanya,
“Assalamu’alaiki. Kau tidak apa-apa?”
Perempuan itu mengaduh. Mukanya tertutup cadar hitam. Dua matanya yang bening menatap
Zahid. Dengan sedikit merintih ia menjawab pelan,
“Alhamdulillah, tidak apa-apa. Hanya saja tangan kananku sakit sekali. Mungkin terkilir saat
jatuh.”
“Syukurlah kalau begitu.”
Dua mata bening di balik cadar itu terus memandangi wajah tampan Zahid. Menyadari hal itu
Zahid menundukkan pandangannya ke tanah. Perempuan itu perlahan bangkit. Tanpa
sepengetahuan Zahid, ia membuka cadarnya. Dan tampaklah wajah cantik nan memesona,
“Tuan, saya ucapkan terima kasih. Kalau boleh tahu siapa nama Tuan, dari mana dan mau ke
mana Tuan?”
Zahid mengangkat mukanya. Tak ayal matanya menatap wajah putih bersih memesona.
Hatinya bergetar hebat. Syaraf dan ototnya terasa dingin semua. Inilah untuk pertama kalinya ia
menatap wajah gadis jelita dari jarak yang sangat dekat. Sesaat lamanya keduanya beradu
pandang. Sang gadis terpesona oleh ketampanan Zahid, sementara gemuruh hati Zahid tak kalah
hebatnya. Gadis itu tersenyum dengan pipi merah merona, Zahid tersadar, ia cepat-cepat
menundukkan kepalanya. “Innalillah. Astagfirullah,” gemuruh hatinya.
“Namaku Zahid, aku dari masjid mau mengunjungi saudaraku yang sakit.”
“Jadi, kaukah Zahid yang sering dibicarakan orang itu? Yang hidupnya cuma di dalam
masjid?”
“Tak tahulah. Itu mungkin Zahid yang lain.” kata Zahid sambil membalikkan badan. Ia lalu
melangkah.
“Tunggu dulu Tuan Zahid! Kenapa tergesa-gesa? Kau mau kemana? Perbincangan kita
belum selesai!”
“Aku mau melanjutkan perjalananku!”
Tiba-tiba gadis itu berlari dan berdiri di hadapan Zahid. Terang saja Zahid gelagapan.
Hatinya bergetar hebat menatap aura kecantikan gadis yang ada di depannya. Seumur hidup ia
belum pernah menghadapi situasi seperti ini.
“Tuan aku hanya mau bilang, namaku Afirah. Kebun ini milik ayahku. Dan rumahku ada di
sebelah selatan kebun ini. Jika kau mau silakan datang ke rumahku. Ayah pasti akan senang
dengan kehadiranmu. Dan sebagai ucapan terima kasih aku mau menghadiahkan ini.”
Gadis itu lalu mengulurkan tangannya memberi sapu tangan hijau muda.
“Tidak usah.”
“Terimalah, tidak apa-apa! Kalau tidak Tuan terima, aku tidak akan memberi jalan!”
Terpaksa Zahid menerima sapu tangan itu. Gadis itu lalu minggir sambil menutup kembali
mukanya dengan cadar. Zahid melangkahkan kedua kakinya melanjutkan perjalanan.
***
Saat malam datang membentangkan jubah hitamnya, kota Kufah kembali diterangi sinar
rembulan. Angin sejuk dari utara semilir mengalir.
Afirah terpekur di kamarnya. Matanya berkaca-kaca. Hatinya basah. Pikirannya bingung.
Apa yang menimpa dirinya. Sejak kejadian tadi pagi di kebun kurma hatinya terasa gundah.
Wajah bersih Zahid bagai tak hilang dari pelupuk matanya. Pandangan matanya yang teduh
menunduk membuat hatinya sedemikian terpikat. Pembicaraan orang-orang tentang kesalehan
seorang pemuda di tengah kota bernama Zahid semakin membuat hatinya tertawan. Tadi pagi ia
menatap wajahnya dan mendengarkan tutur suaranya. Ia juga menyaksikan wibawanya. Tiba-tiba
air matanya mengalir deras. Hatinya merasakan aliran kesejukan dan kegembiraan yang belum
pernah ia rasakan sebelumnya. Dalam hati ia berkata,
“Inikah cinta? Beginikah rasanya? Terasa hangat mengaliri syaraf. Juga terasa sejuk di dalam
hati. Ya Rabbi, tak aku pungkiri aku jatuh hati pada hamba-Mu yang bernama Zahid. Dan inilah
untuk pertama kalinya aku terpesona pada seorang pemuda. Untuk pertama kalinya aku jatuh
cinta. Ya Rabbi, izinkanlah aku mencintainya.”
Air matanya terus mengalir membasahi pipinya. Ia teringat sapu tangan yang ia berikan pada
Zahid. Tiba-tiba ia tersenyum,
“Ah sapu tanganku ada padanya. Ia pasti juga mencintaiku. Suatu hari ia akan datang
kemari.”
Hatinya berbunga-bunga. Wajah yang tampan bercahaya dan bermata teduh itu hadir di
pelupuk matanya.
***
Sementara itu di dalam masjid Kufah tampak Zahid yang sedang menangis di sebelah kanan
mimbar. Ia menangisi hilangnya kekhusyukan hatinya dalam shalat. Ia tidak tahu harus berbuat
apa. Sejak ia bertemu dengan Afirah di kebun kurma tadi pagi ia tidak bisa mengendalikan
gelora hatinya. Aura kecantikan Afirah bercokol dan mengakar sedemikian kuat dalam relungrelung
hatinya. Aura itu selalu melintas dalam shalat, baca Al-Quran dan dalam apa saja yang ia
kerjakan. Ia telah mencoba berulang kali menepis jauh-jauh aura pesona Afirah dengan
melakukan shalat sekhusyu’-khusyu’-nya namun usaha itu sia-sia.
“Ilahi, kasihanilah hamba-Mu yang lemah ini. Engkau Mahatahu atas apa yang menimpa
diriku. Aku tak ingin kehilangan cinta-Mu. Namun Engkau juga tahu, hatiku ini tak mampu
mengusir pesona kecantikan seorang makhluk yang Engkau ciptakan. Saat ini hamba sangat
lemah berhadapan dengan daya tarik wajah dan suaranya Ilahi, berilah padaku cawan kesejukan
untuk meletakkan embun-embun cinta yang menetes-netes dalam dinding hatiku ini. Ilahi,
tuntunlah langkahku pada garis takdir yang paling Engkau ridhai. Aku serahkan hidup matiku
untuk-Mu.” Isak Zahid mengharu biru pada Tuhan Sang Pencipta hati, cinta, dan segala
keindahan semesta.
Zahid terus meratap dan mengiba. Hatinya yang dipenuhi gelora cinta terus ia paksa untuk
menepis noda-noda nafsu. Anehnya, semakin ia meratap embun-embun cinta itu semakin deras
mengalir. Rasa cintanya pada Tuhan. Rasa takut akan azab-Nya. Rasa cinta dan rindu-Nya pada
Afirah. Dan rasa tidak ingin kehilangannya. Semua bercampur dan mengalir sedemikian hebat
dalam relung hatinya. Dalam puncak munajatnya ia pingsan.
Menjelang subuh, ia terbangun. Ia tersentak kaget. Ia belom shalat tahajjud. Beberapa orang
tampak tengah asyik beribadah bercengkerama dengan Tuhannya. Ia menangis, ia menyesal.
Biasanya ia sudah membaca dua juz dalam shalatnya.
“Ilahi, jangan kau gantikan bidadariku di surga dengan bidadari dunia. Ilahi, hamba lemah
maka berilah kekuatan!”
Ia lalu bangkit, wudhu, dan shalat tahajjud. Di dalam sujudnya ia berdoa,
“Ilahi, hamba mohon ridha-Mu dan surga. Amin. Ilahi lindungi hamba dari murkamu dan
neraka. Amin. Ilahi, jika boleh hamba titipkan rasa cinta hamba pada Afirah pada-Mu, hamba
terlalu lemah untuk menanggung-Nya. Amin. Ilahi, hamba memohon ampunan-Mu, rahmat-Mu,
cinta-Mu, dan ridha-Mu. Amin.”
***
Pagi hari, usai shalat dhuha Zahid berjalan ke arah pinggir kota. Tujuannya jelas yaitu
melamar Afirah. Hatinya mantap untuk melamarnya. Di sana ia disambut dengan baik oleh
kedua orangtua Afirah. Mereka sangat senang dengan kunjungan Zahid yang sudah terkenal
ketakwaannya di seantero penjuru kota. Afiah keluar sekejab untuk membawa minuman lalu
kembali ke dalam. Dari balik tirai ia mendengarkan dengan seksama pembicaraan Zahid dengan
ayahnya. Zahid mengutarakan maksud kedatangannya, yaitu melamar Afirah.
Sang ayah diam sesaat. Ia mengambil nafas panjang. Sementara Afirah menanti dengan
seksama jawaban ayahnya. Keheningan mencekam sesaat lamanya. Zahid menundukkan kepala
ia pasrah dengan jawaban yang akan diterimanya. Lalu terdengarlah jawaban ayah Afirah,
“Anakku Zahid, kau datang terlambat. Maafkan aku, Afirah sudah dilamar Abu Yasir untuk
putranya Yasir beberapa hari yang lalu, dan aku telah menerimanya.”
Zahid hanya mampu menganggukan kepala. Ia sudah mengerti dengan baik apa yang
didengarnya. Ia tidak bisa menyembunyikan irisan kepedihan hatinya. Ia mohon diri dengan
mata berkaca-kaca. Sementara Afirah, lebih tragis keadaannya. Jantungnya nyaris pecah
mendengarnya. Kedua kakinya seperti lumpuh seketika. Ia pun pingsan saat itu juga.
***
Zahid kembali ke masjid dengan kesedihan tak terkira. Keimanan dan ketakwaan Zahid
ternyata tidak mampu mengusir rasa cintanya pada Afirah. Apa yang ia dengar dari ayah Afirah
membuat nestapa jiwanya. Ia pun jatuh sakit. Suhu badannya sangat panas. Berkali-kali ia
pingsan. Ketika keadaannya kritis seorang jamaah membawa dan merawatnya di rumahnya. Ia
sering mengigau. Dari bibirnya terucap kalimat tasbih, tahlil, istigfhar dan … Afirah.
Kabar tentang derita yang dialami Zahid ini tersebar ke seantero kota Kufah. Angin pun
meniupkan kabar ini ke telinga Afirah. Rasa cinta Afirah yang tak kalah besarnya membuatnya
menulis sebuah surat pendek,
Kepada Zahid,
Assalamu’alaikum
Aku telah mendengar betapa dalam rasa cintamu padaku. Rasa cinta itulah yang
membuatmu sakit dan menderita saat ini. Aku tahu kau selalu menyebut diriku
dalam mimpi dan sadarmu. Tak bisa kuingkari, aku pun mengalami hal yang
sama. Kaulah cintaku yang pertama. Dan kuingin kaulah pendamping hidupku
selama-lamanya.
Zahid,
Kalau kau mau. Aku tawarkan dua hal padamu untuk mengobati rasa haus kita
berdua. Pertama, aku akan datang ke tempatmu dan kita bisa memadu cinta. Atau
kau datanglah ke kamarku, akan aku tunjukkan jalan dan waktunya.
Wassalam
Afirah
===============================================================
Surat itu ia titipkan pada seorang pembantu setianya yang bisa dipercaya. Ia berpesan agar
surat itu langsung sampai ke tangan Zahid. Tidak boleh ada orang ketiga yang membacanya. Dan
meminta jawaban Zahid saat itu juga.
Hari itu juga surat Afirah sampai ke tangan Zahid. Dengan hati berbunga-bunga Zahid
menerima surat itu dan membacanya. Setelah tahu isinya seluruh tubuhnya bergetar hebat. Ia
menarik nafas panjang dan beristighfar sebanyak-banyaknya. Dengan berlinang air mata ia
menulis untuk Afirah :
Kepada Afirah,
Salamullahi’alaiki,
Benar aku sangat mencintaimu. Namun sakit dan deritaku ini tidaklah sematamata
karena rasa cintaku padamu. Sakitku ini karena aku menginginkan sebuah
cinta suci yang mendatangkan pahala dan diridhai Allah ‘Azza Wa Jalla’. Inilah
yang kudamba. Dan aku ingin mendamba yang sama. Bukan sebuah cinta yang
menyeret kepada kenistaan dosa dan murka-Nya.
Afirah,
Kedua tawaranmu itu tak ada yang kuterima. Aku ingin mengobati kehausan jiwa
ini dengan secangkir air cinta dari surga. Bukan air timah dari neraka. Afirah,
“Inni akhaafu in ‘ashaitu Rabbi adzaaba yaumin ‘adhim!” ( Sesungguhnya aku
takut akan siksa hari yang besar jika aku durhaka pada Rabb-ku. Az Zumar : 13 )
Afirah,
Jika kita terus bertakwa. Allah akan memberikan jalan keluar. Tak ada yang bisa
aku lakukan saat ini kecuali menangis pada-Nya. Tidak mudah meraih cinta
berbuah pahala. Namun aku sangat yakin dengan firmannya :
“Wanita-wanita yang tidak baik adalah untuk laki-laki yang tidak baik, dan lakilaki
yang tidak baik adalah buat wanita-wanita yang tidak baik (pula), dan wanitawanita
yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah
untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa
yang dituduhkan oleh mereka. Bagi mereka ampunan dan rizki yang mulia (yaitu
surga).”
Karena aku ingin mendapatkan seorang bidadari yang suci dan baik maka aku
akan berusaha kesucian dan kebaikan. Selanjutnya Allahlah yang menentukan.
Afirah,
Bersama surat ini aku sertakan sorbanku, semoga bisa jadi pelipur lara dan
rindumu. Hanya kepada Allah kita serahkan hidup dan mati kita.
Wassalam,
Zahid
===============================================================
Begitu membaca jawaban Zahid itu Afirah menangis. Ia menangis bukan karena kecewa tapi
menangis karena menemukan sesuatu yang sangat berharga, yaitu hidayah. Pertemuan dan
percintaannya dengan seorang pemuda saleh bernama Zahid itu telah mengubah jalan hidupnya.
Sejak itu ia menanggalkan semua gaya hidupnya yang glamor. Ia berpaling dari dunia dan
menghadapkan wajahnya sepenuhnya untuk akhirat. Sorban putih pemberian Zahid ia jadikan
sajadah, tempat dimana ia bersujud, dan menangis di tengah malam memohon ampunan dan
rahmat Allah SWT. Siang ia puasa malam ia habiskan dengan bermunajat pada Tuhannya. Di
atas sajadah putih ia menemukan cinta yang lebih agung dan lebih indah, yaitu cinta kepada
Allah SWT. Hal yang sama juga dilakukan Zahid di masjid Kufah. Keduanya benar-benar larut
dalam samudera cinta kepada Allah SWT.
Allah Maha Rahman dan Rahim. Beberapa bulan kemudian Zahid menerima sepucuk surat
dari Afirah :
Kepada Zahid,
Assalamu’alaikum,
Segala puji bagi Allah, Dialah Tuhan yang memberi jalan keluar hamba-Nya yang
bertakwa. Hari ini ayahku memutuskan tali pertunanganku dengan Yasir. Beliau
telah terbuka hatinya. Cepatlah kau datang melamarku. Dan kita laksanakan
pernikahan mengikuti sunnah Rasululullah SAW. Secepatnya.
Wassalam,
Afirah
===============================================================
Seketika itu Zahid sujud syukur di mihrab masjid Kufah. Bunga-bunga cinta bermekaran
dalam hatinya. Tiada henti bibirnya mengucapkan hamdalah.

Senin, 21 Desember 2009

Cinta

Menakjubkan bagaimana cinta mengubah kehidupan. Daya tarik dari cinta adalah pembelajaran, bahkan saat sakit, kita biarkan
itu mengalir, biarkan ia berjalan untuk menemukan kualitas dirinya melalui diri kita, pengertian kita, dan penghargaan kita atas cinta melalui kemarahan, kekecewaan, luka, dan pengertian negatif apapun; tantangan selalu ada untuk menemukan cinta. Ada saat ketika nampaknya mustahil, tetapi karena daya tariknya, cinta membuat kita terus berjalan. Ada saat anda merasa terluka, kecewa dan sakit, dan setiap waktu itu adalah pengalaman untuk menemukan jalan pada cinta, memahami dan menerima cinta itu. Dengan kesadaran, anda meneruskan hidup dengan pengalaman baru, orang baru, hal baru, dan hidup baru. Cinta akan sungguh-sungguh menemukan cahaya bagimu, cahaya yang samar, dan tawa dalam perjalanan anda. Cinta tidak selalu memberikan apa yang anda butuhkan, atau apa yang anda inginkan, tetapi akan memberikan sebuah kualitas pengertian yang memadai. Bersama cinta, ada pengharapan, dan hanya pengharapanlah yang mampu menjaga cinta itu tetap hidup.

Di Atas Sajadah Cinta

DIATAS SAJADAH CINTA (KISAH ZAHID)
KOTA KUFAH terang oleh sinar purnama. Semilir angin yang bertiup dari utara membawa
hawa sejuk. Sebagian rumah telah menutup pintu dan jendelanya. Namun geliat hidup kota
Kufah masih terasa.
Di serambi masjid Kufah, seorang pemuda berdiri tegap menghadap kiblat. Kedua matanya
memandang teguh ke tempat sujud. Bibirnya bergetar melantunkan ayat-ayat suci Al-Quran. Hati
dan seluruh gelegak jiwanya menyatu dengan Tuhan, Pencipta alam semesta. Orang-orang
memanggilnya “Zahid” atau “Si Ahli Zuhud”, karena kezuhudannya meskipun ia masih muda.
Dia dikenal masyarakat sebagai pemuda yang paling tampan dan paling mencintai masjid di kota
Kufah pada masanya. Sebagian besar waktunya ia habiskan di dalam masjid, untuk ibadah dan
menuntut ilmu pada ulama terkemuka kota Kufah. Saat itu masjid adalah pusat peradaban, pusat
pendidikan, pusat informasi dan pusat perhatian.
Pemuda itu terus larut dalam samudera ayat Ilahi. Setiap kali sampai pada ayat-ayat azab,
tubuh pemuda itu bergetar hebat. Air matanya mengalir deras. Neraka bagaikan menyala-nyala
dihadapannya. Namun jika ia sampai pada ayat-ayat nikmat dan surga, embun sejuk dari langit
terasa bagai mengguyur sekujur tubuhnya. Ia merasakan kesejukan dan kebahagiaan. Ia bagai
mencium aroma wangi para bidadari yang suci.
Tatkala sampai pada surat Asy Syams, ia menangis,
“fa alhamaha fujuuraha wa taqwaaha.
qad aflaha man zakkaaha.
wa qad khaaba man dassaaha
…”
(maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu jalan kefasikan dan ketaqwaan,
sesungguhnya, beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu,
dan sungguh merugilah orang yang mengotorinya
…)
Hatinya bertanya-tanya. Apakah dia termasuk golongan yang mensucikan jiwanya. Ataukah
golongan yang mengotori jiwanya? Dia termasuk golongan yang beruntung, ataukah yang
merugi?
Ayat itu ia ulang berkali-kali. Hatinya bergetar hebat. Tubuhnya berguncang. Akhirnya ia
pingsan.
***
Sementara itu, di pinggir kota tampak sebuah rumah mewah bagai istana. Lampu-lampu
yang menyala dari kejauhan tampak berkerlap-kerlip bagai bintang gemintang. Rumah itu milik
seorang saudagar kaya yang memiliki kebun kurma yang luas dan hewan ternak yang tak
terhitung jumlahnya.
Dalam salah satu kamarnya, tampak seorang gadis jelita sedang menari-nari riang gembira.
Wajahnya yang putih susu tampak kemerahan terkena sinar yang terpancar bagai tiga lentera
yang menerangi ruangan itu. Kecantikannya sungguh memesona. Gadis itu terus menari sambil
mendendangkan syair-syair cinta,
“in kuntu ‘asyiqatul lail fa ka’si
musyriqun bi dhau’
wal hubb al wariq
…”
(jika aku pencinta malam maka
gelasku memancarkan cahaya
dan cinta yang mekar
…)
***
Gadis itu terus menari-nari dengan riangnya. Hatinya berbunga-bunga. Di ruangan tengah,
kedua orangtuanya menyungging senyum mendengar syair yang didendangkan putrinya. Sang
ibu berkata, “Abu Afirah, putri kita sudah menginjak dewasa. Kau dengarkanlah baik-baik syairsyair
yang ia dendangkan.”
“Ya, itu syair-syair cinta. Memang sudah saatnya dia menikah. Kebetulan tadi siang di pasar
aku berjumpa dengan Abu Yasir. Dia melamar Afirah untuk putranya, Yasir.”
“Bagaimana, kau terima atau…?”
“Ya jelas langsung aku terima. Dia ‘kan masih kerabat sendiri dan kita banyak berhutang
budi padanya. Dialah yang dulu menolong kita waktu kesusahan. Di samping itu Yasir itu gagah
dan tampan.”
“Tapi bukankah lebih baik kalau minta pendapat Afirah dulu?”
“Tak perlu! Kita tidak ada pilihan kecuali menerima pinangan ayah Yasir. Pemuda yang
paling cocok untuk Afirah adalah Yasir.”
“Tapi, engkau tentu tahu bahwa Yasir itu pemuda yang tidak baik.”
“Ah, itu gampang. Nanti jika sudah beristri Afirah, dia pasti juga akan tobat! Yang penting
dia kaya raya.”
***
Pada saat yang sama, di sebuah tenda mewah, tak jauh dari pasar Kufah. Seorang pemuda
tampan dikelilingi oleh teman-temannya. Tak jauh darinya seorang penari melenggak lenggokan
tubuhnya diiringi suara gendang dan seruling.
“Ayo bangun, Yasir. Penari itu mengerlingkan matanya padamu!” bisik temannya.
“Be…benarkah?”
“Benar. Ayo cepatlah. Dia penari tercantik kota ini. Jangan kau sia-siakan kesempatan ini,
Yasir!”
“Baiklah. Bersenang-senang dengannya memang impianku.”
Yasir lalu bangkit dari duduknya dan beranjak menghampiri sang penari. Sang penari
mengulurkan tangan kanannya dan Yasir menyambutnya. Keduanya lalu menari-nari diiringi
irama seruling dan gendang. Keduanya benar-benar hanyut dalam kelenaan. Dengan gerakan
mesra penari itu membisikkan sesuatu ketelinga Yasir,
“Apakah Anda punya waktu malam ini bersamaku?”
Yasir tersenyum dan menganggukan kepalanya. Keduanya terus menari dan menari. Suara
gendang memecah hati. Irama seruling melengking-lengking. Aroma arak menyengat nurani.
Hati dan pikiran jadi mati.
***
Keesokan harinya.
Usai shalat dhuha, Zahid meninggalkan masjid menuju ke pinggir kota. Ia hendak menjenguk
saudaranya yang sakit. Ia berjalan dengan hati terus berzikir membaca ayat-ayat suci Al-Quran.
Ia sempatkan ke pasar sebentar untuk membeli anggur dan apel buat saudaranya yang sakit.
Zahid berjalan melewati kebun kurma yang luas. Saudaranya pernah bercerita bahwa kebun
itu milik saudagar kaya, Abu Afirah. Ia terus melangkah menapaki jalan yang membelah kebun
kurma itu. Tiba-tiba dari kejauhan ia melihat titik hitam. Ia terus berjalan dan titik hitam itu
semakin membesar dan mendekat. Matanya lalu menangkap di kejauhan sana perlahan bayangan
itu menjadi seorang sedang menunggang kuda. Lalu sayup-sayup telinganya menangkap suara,
“Toloong! Toloong!!”
Suara itu datang dari arah penunggang kuda yang ada jauh di depannya. Ia menghentikan
langkahnya. Penunggang kuda itu semakin jelas.
“Toloong! Toloong!!”
Suara itu semakin jelas terdengar. Suara seorang perempuan. Dan matanya dengan jelas bisa
menangkap penunggang kuda itu adalah seorang perempuan. Kuda itu berlari kencang.
“Toloong! Toloong hentikan kudaku ini! Ia tidak bisa dikendalikan!”
Mendengar itu Zahid tegang. Apa yang harus ia perbuat. Sementara kuda itu semakin dekat
dan tinggal beberapa belas meter di depannya. Cepat-cepat ia menenangkan diri dan membaca
shalawat. Ia berdiri tegap di tengah jalan. Tatkala kuda itu sudah sangat dekat ia mengangkat
tangan kanannya dan berkata keras,
“Hai kuda makhluk Allah, berhentilah dengan izin Allah!”
Bagai pasukan mendengar perintah panglimanya, kuda itu meringkik dan berhenti seketika.
Perempuan yang ada dipunggungnya terpelanting jatuh. Perempuan itu mengaduh. Zahid
mendekati perempuan itu dan menyapanya,
“Assalamu’alaiki. Kau tidak apa-apa?”
Perempuan itu mengaduh. Mukanya tertutup cadar hitam. Dua matanya yang bening menatap
Zahid. Dengan sedikit merintih ia menjawab pelan,
“Alhamdulillah, tidak apa-apa. Hanya saja tangan kananku sakit sekali. Mungkin terkilir saat
jatuh.”
“Syukurlah kalau begitu.”
Dua mata bening di balik cadar itu terus memandangi wajah tampan Zahid. Menyadari hal itu
Zahid menundukkan pandangannya ke tanah. Perempuan itu perlahan bangkit. Tanpa
sepengetahuan Zahid, ia membuka cadarnya. Dan tampaklah wajah cantik nan memesona,
“Tuan, saya ucapkan terima kasih. Kalau boleh tahu siapa nama Tuan, dari mana dan mau ke
mana Tuan?”
Zahid mengangkat mukanya. Tak ayal matanya menatap wajah putih bersih memesona.
Hatinya bergetar hebat. Syaraf dan ototnya terasa dingin semua. Inilah untuk pertama kalinya ia
menatap wajah gadis jelita dari jarak yang sangat dekat. Sesaat lamanya keduanya beradu
pandang. Sang gadis terpesona oleh ketampanan Zahid, sementara gemuruh hati Zahid tak kalah
hebatnya. Gadis itu tersenyum dengan pipi merah merona, Zahid tersadar, ia cepat-cepat
menundukkan kepalanya. “Innalillah. Astagfirullah,” gemuruh hatinya.
“Namaku Zahid, aku dari masjid mau mengunjungi saudaraku yang sakit.”
“Jadi, kaukah Zahid yang sering dibicarakan orang itu? Yang hidupnya cuma di dalam
masjid?”
“Tak tahulah. Itu mungkin Zahid yang lain.” kata Zahid sambil membalikkan badan. Ia lalu
melangkah.
“Tunggu dulu Tuan Zahid! Kenapa tergesa-gesa? Kau mau kemana? Perbincangan kita
belum selesai!”
“Aku mau melanjutkan perjalananku!”
Tiba-tiba gadis itu berlari dan berdiri di hadapan Zahid. Terang saja Zahid gelagapan.
Hatinya bergetar hebat menatap aura kecantikan gadis yang ada di depannya. Seumur hidup ia
belum pernah menghadapi situasi seperti ini.
“Tuan aku hanya mau bilang, namaku Afirah. Kebun ini milik ayahku. Dan rumahku ada di
sebelah selatan kebun ini. Jika kau mau silakan datang ke rumahku. Ayah pasti akan senang
dengan kehadiranmu. Dan sebagai ucapan terima kasih aku mau menghadiahkan ini.”
Gadis itu lalu mengulurkan tangannya memberi sapu tangan hijau muda.
“Tidak usah.”
“Terimalah, tidak apa-apa! Kalau tidak Tuan terima, aku tidak akan memberi jalan!”
Terpaksa Zahid menerima sapu tangan itu. Gadis itu lalu minggir sambil menutup kembali
mukanya dengan cadar. Zahid melangkahkan kedua kakinya melanjutkan perjalanan.
***
Saat malam datang membentangkan jubah hitamnya, kota Kufah kembali diterangi sinar
rembulan. Angin sejuk dari utara semilir mengalir.
Afirah terpekur di kamarnya. Matanya berkaca-kaca. Hatinya basah. Pikirannya bingung.
Apa yang menimpa dirinya. Sejak kejadian tadi pagi di kebun kurma hatinya terasa gundah.
Wajah bersih Zahid bagai tak hilang dari pelupuk matanya. Pandangan matanya yang teduh
menunduk membuat hatinya sedemikian terpikat. Pembicaraan orang-orang tentang kesalehan
seorang pemuda di tengah kota bernama Zahid semakin membuat hatinya tertawan. Tadi pagi ia
menatap wajahnya dan mendengarkan tutur suaranya. Ia juga menyaksikan wibawanya. Tiba-tiba
air matanya mengalir deras. Hatinya merasakan aliran kesejukan dan kegembiraan yang belum
pernah ia rasakan sebelumnya. Dalam hati ia berkata,
“Inikah cinta? Beginikah rasanya? Terasa hangat mengaliri syaraf. Juga terasa sejuk di dalam
hati. Ya Rabbi, tak aku pungkiri aku jatuh hati pada hamba-Mu yang bernama Zahid. Dan inilah
untuk pertama kalinya aku terpesona pada seorang pemuda. Untuk pertama kalinya aku jatuh
cinta. Ya Rabbi, izinkanlah aku mencintainya.”
Air matanya terus mengalir membasahi pipinya. Ia teringat sapu tangan yang ia berikan pada
Zahid. Tiba-tiba ia tersenyum,
“Ah sapu tanganku ada padanya. Ia pasti juga mencintaiku. Suatu hari ia akan datang
kemari.”
Hatinya berbunga-bunga. Wajah yang tampan bercahaya dan bermata teduh itu hadir di
pelupuk matanya.
***
Sementara itu di dalam masjid Kufah tampak Zahid yang sedang menangis di sebelah kanan
mimbar. Ia menangisi hilangnya kekhusyukan hatinya dalam shalat. Ia tidak tahu harus berbuat
apa. Sejak ia bertemu dengan Afirah di kebun kurma tadi pagi ia tidak bisa mengendalikan
gelora hatinya. Aura kecantikan Afirah bercokol dan mengakar sedemikian kuat dalam relungrelung
hatinya. Aura itu selalu melintas dalam shalat, baca Al-Quran dan dalam apa saja yang ia
kerjakan. Ia telah mencoba berulang kali menepis jauh-jauh aura pesona Afirah dengan
melakukan shalat sekhusyu’-khusyu’-nya namun usaha itu sia-sia.
“Ilahi, kasihanilah hamba-Mu yang lemah ini. Engkau Mahatahu atas apa yang menimpa
diriku. Aku tak ingin kehilangan cinta-Mu. Namun Engkau juga tahu, hatiku ini tak mampu
mengusir pesona kecantikan seorang makhluk yang Engkau ciptakan. Saat ini hamba sangat
lemah berhadapan dengan daya tarik wajah dan suaranya Ilahi, berilah padaku cawan kesejukan
untuk meletakkan embun-embun cinta yang menetes-netes dalam dinding hatiku ini. Ilahi,
tuntunlah langkahku pada garis takdir yang paling Engkau ridhai. Aku serahkan hidup matiku
untuk-Mu.” Isak Zahid mengharu biru pada Tuhan Sang Pencipta hati, cinta, dan segala
keindahan semesta.
Zahid terus meratap dan mengiba. Hatinya yang dipenuhi gelora cinta terus ia paksa untuk
menepis noda-noda nafsu. Anehnya, semakin ia meratap embun-embun cinta itu semakin deras
mengalir. Rasa cintanya pada Tuhan. Rasa takut akan azab-Nya. Rasa cinta dan rindu-Nya pada
Afirah. Dan rasa tidak ingin kehilangannya. Semua bercampur dan mengalir sedemikian hebat
dalam relung hatinya. Dalam puncak munajatnya ia pingsan.
Menjelang subuh, ia terbangun. Ia tersentak kaget. Ia belom shalat tahajjud. Beberapa orang
tampak tengah asyik beribadah bercengkerama dengan Tuhannya. Ia menangis, ia menyesal.
Biasanya ia sudah membaca dua juz dalam shalatnya.
“Ilahi, jangan kau gantikan bidadariku di surga dengan bidadari dunia. Ilahi, hamba lemah
maka berilah kekuatan!”
Ia lalu bangkit, wudhu, dan shalat tahajjud. Di dalam sujudnya ia berdoa,
“Ilahi, hamba mohon ridha-Mu dan surga. Amin. Ilahi lindungi hamba dari murkamu dan
neraka. Amin. Ilahi, jika boleh hamba titipkan rasa cinta hamba pada Afirah pada-Mu, hamba
terlalu lemah untuk menanggung-Nya. Amin. Ilahi, hamba memohon ampunan-Mu, rahmat-Mu,
cinta-Mu, dan ridha-Mu. Amin.”
***
Pagi hari, usai shalat dhuha Zahid berjalan ke arah pinggir kota. Tujuannya jelas yaitu
melamar Afirah. Hatinya mantap untuk melamarnya. Di sana ia disambut dengan baik oleh
kedua orangtua Afirah. Mereka sangat senang dengan kunjungan Zahid yang sudah terkenal
ketakwaannya di seantero penjuru kota. Afiah keluar sekejab untuk membawa minuman lalu
kembali ke dalam. Dari balik tirai ia mendengarkan dengan seksama pembicaraan Zahid dengan
ayahnya. Zahid mengutarakan maksud kedatangannya, yaitu melamar Afirah.
Sang ayah diam sesaat. Ia mengambil nafas panjang. Sementara Afirah menanti dengan
seksama jawaban ayahnya. Keheningan mencekam sesaat lamanya. Zahid menundukkan kepala
ia pasrah dengan jawaban yang akan diterimanya. Lalu terdengarlah jawaban ayah Afirah,
“Anakku Zahid, kau datang terlambat. Maafkan aku, Afirah sudah dilamar Abu Yasir untuk
putranya Yasir beberapa hari yang lalu, dan aku telah menerimanya.”
Zahid hanya mampu menganggukan kepala. Ia sudah mengerti dengan baik apa yang
didengarnya. Ia tidak bisa menyembunyikan irisan kepedihan hatinya. Ia mohon diri dengan
mata berkaca-kaca. Sementara Afirah, lebih tragis keadaannya. Jantungnya nyaris pecah
mendengarnya. Kedua kakinya seperti lumpuh seketika. Ia pun pingsan saat itu juga.
***
Zahid kembali ke masjid dengan kesedihan tak terkira. Keimanan dan ketakwaan Zahid
ternyata tidak mampu mengusir rasa cintanya pada Afirah. Apa yang ia dengar dari ayah Afirah
membuat nestapa jiwanya. Ia pun jatuh sakit. Suhu badannya sangat panas. Berkali-kali ia
pingsan. Ketika keadaannya kritis seorang jamaah membawa dan merawatnya di rumahnya. Ia
sering mengigau. Dari bibirnya terucap kalimat tasbih, tahlil, istigfhar dan … Afirah.
Kabar tentang derita yang dialami Zahid ini tersebar ke seantero kota Kufah. Angin pun
meniupkan kabar ini ke telinga Afirah. Rasa cinta Afirah yang tak kalah besarnya membuatnya
menulis sebuah surat pendek,
Kepada Zahid,
Assalamu’alaikum
Aku telah mendengar betapa dalam rasa cintamu padaku. Rasa cinta itulah yang
membuatmu sakit dan menderita saat ini. Aku tahu kau selalu menyebut diriku
dalam mimpi dan sadarmu. Tak bisa kuingkari, aku pun mengalami hal yang
sama. Kaulah cintaku yang pertama. Dan kuingin kaulah pendamping hidupku
selama-lamanya.
Zahid,
Kalau kau mau. Aku tawarkan dua hal padamu untuk mengobati rasa haus kita
berdua. Pertama, aku akan datang ke tempatmu dan kita bisa memadu cinta. Atau
kau datanglah ke kamarku, akan aku tunjukkan jalan dan waktunya.
Wassalam
Afirah
===============================================================
Surat itu ia titipkan pada seorang pembantu setianya yang bisa dipercaya. Ia berpesan agar
surat itu langsung sampai ke tangan Zahid. Tidak boleh ada orang ketiga yang membacanya. Dan
meminta jawaban Zahid saat itu juga.
Hari itu juga surat Afirah sampai ke tangan Zahid. Dengan hati berbunga-bunga Zahid
menerima surat itu dan membacanya. Setelah tahu isinya seluruh tubuhnya bergetar hebat. Ia
menarik nafas panjang dan beristighfar sebanyak-banyaknya. Dengan berlinang air mata ia
menulis untuk Afirah :
Kepada Afirah,
Salamullahi’alaiki,
Benar aku sangat mencintaimu. Namun sakit dan deritaku ini tidaklah sematamata
karena rasa cintaku padamu. Sakitku ini karena aku menginginkan sebuah
cinta suci yang mendatangkan pahala dan diridhai Allah ‘Azza Wa Jalla’. Inilah
yang kudamba. Dan aku ingin mendamba yang sama. Bukan sebuah cinta yang
menyeret kepada kenistaan dosa dan murka-Nya.
Afirah,
Kedua tawaranmu itu tak ada yang kuterima. Aku ingin mengobati kehausan jiwa
ini dengan secangkir air cinta dari surga. Bukan air timah dari neraka. Afirah,
“Inni akhaafu in ‘ashaitu Rabbi adzaaba yaumin ‘adhim!” ( Sesungguhnya aku
takut akan siksa hari yang besar jika aku durhaka pada Rabb-ku. Az Zumar : 13 )
Afirah,
Jika kita terus bertakwa. Allah akan memberikan jalan keluar. Tak ada yang bisa
aku lakukan saat ini kecuali menangis pada-Nya. Tidak mudah meraih cinta
berbuah pahala. Namun aku sangat yakin dengan firmannya :
“Wanita-wanita yang tidak baik adalah untuk laki-laki yang tidak baik, dan lakilaki
yang tidak baik adalah buat wanita-wanita yang tidak baik (pula), dan wanitawanita
yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah
untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa
yang dituduhkan oleh mereka. Bagi mereka ampunan dan rizki yang mulia (yaitu
surga).”
Karena aku ingin mendapatkan seorang bidadari yang suci dan baik maka aku
akan berusaha kesucian dan kebaikan. Selanjutnya Allahlah yang menentukan.
Afirah,
Bersama surat ini aku sertakan sorbanku, semoga bisa jadi pelipur lara dan
rindumu. Hanya kepada Allah kita serahkan hidup dan mati kita.
Wassalam,
Zahid
===============================================================
Begitu membaca jawaban Zahid itu Afirah menangis. Ia menangis bukan karena kecewa tapi
menangis karena menemukan sesuatu yang sangat berharga, yaitu hidayah. Pertemuan dan
percintaannya dengan seorang pemuda saleh bernama Zahid itu telah mengubah jalan hidupnya.
Sejak itu ia menanggalkan semua gaya hidupnya yang glamor. Ia berpaling dari dunia dan
menghadapkan wajahnya sepenuhnya untuk akhirat. Sorban putih pemberian Zahid ia jadikan
sajadah, tempat dimana ia bersujud, dan menangis di tengah malam memohon ampunan dan
rahmat Allah SWT. Siang ia puasa malam ia habiskan dengan bermunajat pada Tuhannya. Di
atas sajadah putih ia menemukan cinta yang lebih agung dan lebih indah, yaitu cinta kepada
Allah SWT. Hal yang sama juga dilakukan Zahid di masjid Kufah. Keduanya benar-benar larut
dalam samudera cinta kepada Allah SWT.
Allah Maha Rahman dan Rahim. Beberapa bulan kemudian Zahid menerima sepucuk surat
dari Afirah :
Kepada Zahid,
Assalamu’alaikum,
Segala puji bagi Allah, Dialah Tuhan yang memberi jalan keluar hamba-Nya yang
bertakwa. Hari ini ayahku memutuskan tali pertunanganku dengan Yasir. Beliau
telah terbuka hatinya. Cepatlah kau datang melamarku. Dan kita laksanakan
pernikahan mengikuti sunnah Rasululullah SAW. Secepatnya.
Wassalam,
Afirah
===============================================================
Seketika itu Zahid sujud syukur di mihrab masjid Kufah. Bunga-bunga cinta bermekaran
dalam hatinya. Tiada henti bibirnya mengucapkan hamdalah.

Jumat, 11 Desember 2009

THE WHORST DAY OF MY LIFE


Hari ini sangat tidak beruntung aku, namun sekarang aku sudah merasa agak enakan.

Jumat, 04 Desember 2009

MY DIARY

Today, sabtu malam minggu 28 Nop. 09 jam dua belas malam aku masih merasakan akan perasaanku kepadanya yang mungkin tidak akan bisa aku lupakan seumur hidupku walaupun sering kali hati ini tersakiti namun perasaan putus asa seakan tidak ada dalam kamus aku. Hingga aku sempat berkhayal kapan aku bisa jalan bersama dia untuk menghabiskan week end yang membosankan ini kepada kakakku maafkan aku ya, aku telah berbohong kepada kalian. Tadi siang aku main ketempatnya di daerah Cijantung, lumayan jauh kira-kira satu jam perjalanan menggunakan sepeda motor dari tempat aku. Sebenarnya aku sangat benci melakukan semua ini, namun karena aku sudah kehabisan akal untuk mencari alasan untuk menunda kehadiranku yang sudah di tunggu-tunggu sejak lama hingga akhirnya aku mengalah untuk melakukannya, toh itu juga untuk kebaikanku juga, dia sudah berjanji akan membelikan aku jas hujan karena aku pernah meminta darinya. Bukan karena aku tak mampu beli, namun karena abangku seorang tentara dan atas usulan abangku juga yang paling gede untuk meminta jas hujan yang bercorak tentara maka aku turuti aja usulan abangku itu. Mungkin disamping bahannya yang diatas rata-rata juga untuk tampil sangar kalau sewaktu kita menggunakannya,khan dikira polisi kita anggota.
Tak terasa sudah jam 6 sore aku main di tempat abangku yang tentara, hingga aku putuskan untuk mencari alasan agar aku bisa segera meninggalkan tempat ini. Sebab tadi abangku sempat menyuruhku untuk menginap di tempatnya. Ini hal yang paling tidak nyaman bagi saya walaupun mau di layani sekelas bintang lima saya akan memilih kamarku yang mungkin lebih pantas di bilang tempat sampah karena aku membuang sampah bekas bungkus makanan aku hanya di dalam kamarku mungkin sekitar satu minggu baru aku kumpulin untuk dibuang hasilnya bisa 3-4 kantong belanjaan carefour lho..
Pikir-pikir akhirnya aku dapat ide mungkin cukup masuk akal sebab ini yang biasa yang dilakukan anak muda dikala mengisi hari liburnya, aku bercerita bahwa aku sudah punya janji dengan teman-temanku untuk nonton bioskop waktu itu memang ada film bagus yang sedang hangat dibicarakan masyarakat yaitu 2012. Film itu menceritakan tentang akhir sebuah peradaban manusia di bumi ini alias kiamat. Walaupun aku tidak mengerti jam berapa biasanya jam bioskop tutup, padahal aku mengatakan kalau akan akan menonton di dareah dekat dengan dimana aku tinggal mungkin akan memakan perjalanan satu jam sedangkan aku pergi dari tempat abangku sekitar jam 7an kebayang ga ada bioskop buka jam delapan malam, namun untuk memastikan abangku aku yakinkan dia bahwa ini malam minggu jadi bioskop akan buka sampai tengah malam.
Dan akhirnya akupun bisa pulang dengan tersenyum-senyum sendiri di jalan. Sampai jumpa kang sampai jumpa mbak sampai jumpa my nephew maafkan aku ya maafkan om kamu ini.
Untuk pujaan hatiku yang ada disana sedang apa kamu sekarang ya... aku tak bisa menepati janjiku untuk melupakanmu. Bahkan semakin aku ingin melupakanmu semakin nyata perasaan rindu ini. Mungkin sebuah lagu sendu bisa menghiburku mewakili perasaanku yang sedang di landa perasaan yang mungkin sangat menyedihkan bagi sebagian orang, tapi itulah aku, aku harus mengakui kalau aku tidak bisa meninggalkan kamu cinta.
Sampai detik ini aku tidak bisa melupakanmu mungkin aku hanya bisa mecurahkan perasaanku padamu lewat ini hanya sebagai pengganngu kamu untuk selamanya .

Minggu, 29 n0vember 2009. 10 am at morning.
I just wake up from my sleep, terasa sangat bosan hari ini mau ngapain kayaknya malas, mau main ke bekasi sangat tidak nyaman sudah hari minggu,belum nyetrika perlahan jiwaku hanya untuk mereka yang inginkan kamu mengapa
Kenangan dirimu selalu membayangi jiwa ini segala tentangmu selalu terekam indah dalam kalbuku seakan kita bisa menghabiskan semua waktu untuk menjadikan kalian yangterbaik mengapa kamu begitu sangat meyakini kalau.
Ternyata kalau sedang bosan memang semuanya terasa sangat ingin mengusir termasuk kekasihku yan g dulu bila aku dapat bintang yang kudapat tertawa menangis merenung suara dengarkanlah aku apa kabarnya pujaan hatiku aku disini menunggunya masih berharap didalam hatinya apakah aku selalu dihatinya aku disini menunggunya masih berharap didalam hatinya karena aku masih tetap disini kulewati semua yang terjadi aku menungggu suara dengarkanlah aku pujaan hatiku aku disini masih beraap apa apa kabarnya aku disini masih berharap suara apa kabarnya aku disini menunggu suara dengarkanlah aku semua yang telah berakhir antara hatiku dan hatimu takkan ada cinta semua
Minggu 29 november 2009 19 : 30 pm
Merasa hari ini adalah hari terakhir bebas karena sudah merasa terbebani dengan perkerjaan esok hari apakah menyenangkan atau sebaliknya.
Seharian tidur merasa semua tenaga sudah terkumpul untuk menyongsong hari esok yang menantang, namun terlalu dini untuk bersemangat karena sebenarnya yang aku inginkan adalah semangat di pagi hari dimana aku bisa bangun pagi dengan semangat yang super,
Keinginan untuk bisa maju sebagai seorang yang sukses tenyata membutuhkan sebuah keyakinan dan kepercayaan yang tidak sedikit sebab sudah satu tahun rasanya aku mengikrarkan untuk bisa maju namun apa hasilnya aku masih diam ditempat menjadi sebuah dilema ketika seseorang menanyakan hal itu dimana dulu aku pernah mengutarakan sendiri gagasan itu padanya namun sekarang yang terjadi adalah senjata itu berbalik menyerangku. Kisah cintaku tak semulus apa yang aku dambakan kukan setia menjagamu bersama dirimu
Rabu, 02 Desember 2009, 20 :00 pm
Just come home from Office, today I fell not so happy because yesterday did’t awake I make mistake with my partner. And that make our relations is unconvenience till day. I believe that is not so bad with what i imagine. Hope tommorow the glory day will come arround me. Sometime I fell boring with my job, because I thinghas three years working like this but didn’t certainty career, from the first day I work here till present my job nothing immpovitation, moreover my superriors never carry about me, may be he is just thing that I suite with that job. You are wrong bos... I have experience to be more and just me can definite my destiny not you....!!!
Kamis, 03 Desember 2009, 21 : 00 pm.
Watch the movie from Ali Peter, just borrow last day,
Today I felt prouds with my performance work in office, but my fault with my friend in the office yesterday still shadow of me. May be tommorow is be my lucky day because I ready to facing tommorow were there is week end. God please give me a power to facing my future, I still on the seeker who I am in future. May hope God hear my prays tonight.
It has been 23:00 pm I’m still wake, I should has sleep for tommorow, but I can’t so I explore what’s on my mind on my diary. May by it I call my girl with silence is that can know how I can make it. Sometime I imagine when I can make come thrue my dream that as long time just on my dream, dream can make change my future, when I can istead working also I can continuous my collage. I won’t to caused anybody of me. I just want that everyone know what I am want and they are respecting that.
As day as go I still like three years ago, nothing change, nothing diferrent. Just my age more and more, and I scared I will be like this till end of my life. This is a the last month of this year, and then will be take over with new year, hope with a come a new year come thrue my dreams too.
Amin,


Friday, December 04, 2009, c8:03:29 PM
A conversation with my neighbor kos, has long time he is look never cheris me but this time his act look familiar with me. Just talking about the traffict jam in our way when go home from office.
Today may be I should be proud with my job, thanks God. Hope tommorow will be more. But there any something make me sad. Today I try to sent sms with my girl,has long time we are never make a call and sms. I just want to know how about her right there, because I hear that she has got a job, but when I ask it to confirm that she reply my message “ kt spa”. I know why she ask like that, it’s ,means that she has never expecting me, may be borring or any something else, I don’t know. I never imagine before if she is treating me like that. Yul did you still know that at present I still loving you,really i still confusius with your treat today. Did you remember when we are still on the Village we even spent the time together going to the beach. There I declared my love to you.
I can’t sleep although the day has midnight and tommorrow must come in office but this night look differend.
Saturday, December 05, 2009, 1:54:18 AM
Still wake up however tomorrow will come to the office. Hope tommorow I got some extra power on my office ajarik bisa aku tuuntukku dan untukmu mengapa kami hanya akan menjadikan kalian seharga sekarang akg u akan mencarikan kamu cinta yang tidak akan ada dalam cinta kasih sayang yang sudah tidak di perlukanhanya kamu yang bisa menantikanmu mengapa sayang mungkinkah semua akan terjadi pada diriku yang kini tidak ada
Jika memang sudah tidak ada cinta lagi diantara kita mengapa tidak kita akhiri saja hubungan kita yang lama-lama hanya membuat kita semakin jenuh sedangkan aku inginkan yang luar biasa dan untukmu mengapa tidak aku singkirkan saja cinta yang tidak mengerti kuharap engkau mengerti tentang semua yang kuinginkan karena kau cahaya hidupku malamku tuk terangi jalanku kan berliku hanya engkay yangtahtu

Hanya engkau yang tahu ajari aku tuk bisa mencintaimu memang menyakitkan tapi mengapa tak kita akhiri saja kisah cinta memang aku hanya akan mengerti ajari aku tuk bisa mencintai agar kutuk bisa memiliki menjagamu sama saja dengan menjaga api dalam kamar yang i cant mengapa cinta mea
Saturday, December 05, 200911:43:07 AM
On the office OL using server office, because job already finished and now time to play and relax. But i felt lazy, cos there still any job to be finished just simple clean the room.






n

IMMPOSIBLE TO BE COME THRUE

Ini adalah kisah aku.
Kisah ini di mulai sejak aku mengenal dia tepatnya ketika aku duduk di bangku sekolah SMK kelas satu , aku tidak begitu mengenal dia walaupun kita satu kampung atau bahkan bisa di bilang kita tetanggaan. Namun karena aku anak yang tidak pandai bergaul aku hanya bisa menikmati dia dari sisi gelapku,membayangkan kalau aku bisa memilikinya, atau setidaknya bisa jalan bareng itu adalah moment yang selalu aku impikan di tiap menjelang tidurku. Memang kita pernah jalan bareng menurut versi aku, yaitu ketika dia akan berangkat mengaji.
Aku tunggu dia di pertigaan jalan dimana dia biasa melewati jalan itu untuk menuju surau untuk mengaji. Itu dia lakukan setiap hari kecuali hari jumat sehabis shalat maghrib, karena yang aku tahu dia tidak shalat maghrib di surau tapi dirumah. Dari pertigaan jalan itu aku mengawasi ujung jalan dimana dia muncul, aku akan berpura-pura kebetulan akan berangkat mengaji juga hingga kita bisa berangkat bersama-sama. Dan itu adalah cara manjur yang bisa aku lakukan agar aku bisa mempunyai kesempatan bisa ngobrol dengannya.
Semakin hari semakin aku mencintainya tanpa pernah dia sadari, hingga suatu hari aku dengar kabar kalau dia akan berulang tahun. Aku tak akan menyia-nyiakan kesempatan ini maka segera pulang sekolah aku pergi ke toko yang menjual aksesoris untuk pesta ulang tahun, dan akhirnya aku dapatkan sesuatu yang spesial yang sesuai dengan kantongku waktu itu, sebuah kartu ucapan yang didalamnya terdapat sebuah mikrochip yang bisa berbunyi nada monopolik lagu ulang tahun kalau .kartu itu dibuka.
Tapi masalahnya aku ketinggalan pesta, dia sudah berulang tahun satu hari sebelumnya, aku sempat bingung mau diapakan kartu itu, kalau diberikan sekarang pasti akan ditertawakan. Hingga aku mendengar kabar kalau temannya akan berulang tahun juga esok hari. Terpikir olehku untuk menyerahkan kartu itu kepadanya temannya lewat dia dengan maksud untuk bisa mengakrabkan aku dengan dia lewat titipanku ini, tapi malah menjadi petaka bagiku kelak.
Hingga akhirnya aku menyelesaikan studiku aku masih belum mengungkapkan perasaanku kepadanya. Tiba saatnya aku untuk pergi merantau ke ibukota itu berarti aku akan meninggalkannya untuk waktu yang lama waktu yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Tiba di malam takbiran itu aku bisa melepaskan sedikit rasa rinduku padanya. Dia menyapa aku sebuah sapaan yang sangat berarti bagiku apa kata-kata yang keluar dari mulutnya hanya sekedar bertanya tentang kabar sangat mengharumkan perasaanku padanya.
Tiba saatnya untuk balik ke Jakarta dia tidak meninggalkan moment yang spesial yang hanya membuat hampa di malam-malamku selanjutnya. Aku baru menyadarinya kalau dia terlalu sulit untuk dimiliki hingga akhirnya aku tidak melakukan kontak dengan dia untuk beberapa waktu lamanya, walaupun sering wajahnya membayangi di setiap malam-malamku namun karena kesibukan kerja ku itu menjadi tak terlalu aku pikirkan hingga tiba di lebaran kedua aku pulang kampung yang pasti aku bisa memperbaiki hubunganku dengan dia karena entah mengapa perasaanku sangat begitu dalam ketika aku berada dikampung. Namun tetap saja dia terlihat seperti tidak terjadi apa-apa diantara kita. Hingga akhirnya aku kembali ke Jakarta perlahan perasaan itu mulai tenggelam ditelan kesibukanku, hanya saat-saat tertentu aku memikirkan dia. Namun kadang-kadang perasaan itu datang begitu menyesakkan dada ini ingin aku terbang saat itu untuk bisa mengutarakan isi hatiku sepenuhnya untuk memuaskan perasaan yang kadang mengganguku. Pernah aku dengar kabar kalau dia sudah mempunyai seorang pacar, setelah cari-cari informasi kesana-kesini akhirnya aku tahu siapa yang menjadi tambatan hatinya dia adalah temenku dulu waktu aku masih sekolah di SD. Memang dia anaknya tajir, orang tuanya kaya mungkin itu yang menjadi alasan mengapa dia mau menerima cintanya.
Tapi hubungan mereka tidak terlalu lama karena dia terkenal seorang playboy, yang aku sesalkan kenapa dia mau menerima cinta dari seorang playboy. Hingga datang lebaran ke tiga selama aku di jakarta telah tiba aku sempat ingin memberikan dia sesuatu yang spesial tapi menurutku itu terlalu dini hingga akhirnya aku tahan niat itu dan sesuatu yang spesial aku berikan ke adik perempuan Kadang aku berpikir akan sampai kapan ini berakhir, mencintai namun tak akan pernah bisa terwujud hanya lagu sendu yang bisa menghiasi hari-hariku untuk mengenangnya mengobati rasa kangenku ini. Pernah berpikir untuk menghapus kamu dalam hidupku namun itu takkan bertahan lama karena kamu akan tetap menjadi bayanganku kemanapun aku pergi. Mungkin memang aku yang bodoh yang tak bisa menerima kenyataan,tapi sebuah harapan dan mimpi menguatkan aku untuk tetap berpegang teguh pada keyakinanku suatu hari nanti kita akan bersama dalam satu kereta kencana mengikat janji suci sehidup semati, itulah kata-kata yang selalu terbayang disetiap menjelang tidurku untuk menguatkan akan cinta kita yang takkan ada bisa membatasi.
Lebaran tahun kemarin tepatnya tahun 2009 akan menjadi sebuah moment yang tak akan pernah aku lupakan karena ini pertama kalinya aku bisa meyakinkan dia untuk bisa berjalan bersama walaupun berakhir dengan biasa-biasa saja. Waktu itu aku sempat berpikir inilah awal yang indah, aku sempat bermimpi akan menghabiskan masa akhir minggu dengan seperti ini, namun semua itu berubah seratus delapan puluh derajat ketika kita sama-sama di Jakarta, karena dia sudah menyelesaikan sekolahnya di SMU, ketika awal-awal kita di Jakarta sehabis lebaran pernah smsan untuk menanyakan kabar, itupun aku duluan yang memulai, mungkin dia memang merasa bosan dengan itu-itu saja disamping dia juga harus mencari pekerjaan dia merasa kehadiranku mengganggu saja hingga pernah ketika aku telepon dia tidak angkat. Merasa penasaran malamnya aku telepon lagi dan yang ini dia angkat, tapi pembicaraan kita tidak banyak karena pertama aku dengar nada bicaranya seakan- akan dia malas untuk bicara dan ketika aku tanya kenapa tadi siang teleponku tidak diangkat malah dia balik tanya ngapain telepon-telepon sich, aku jawab kenapa? Tidak boleh ya? Dengan ketus dia jawab “ ya” .
“ ya sudah kalau ga boleh nelpon, oke dech ya Yul, assalamuallaikum” jawab aku sambil membanting gagang telepon karena merasa kesal, namun aku tidak sempat mendengar jawaban darinya karena waktu itu aku sangat marah dan sampai sekarangpun aku masih merasa marah dengan pernyataan dia itu yang sok suci, namun di balik kemarahanku ada setitik rindu yang sangat dalam ketika aku beranjak tidur selalu aku membayangkan dia, apakah dia merasakan yang sama atau dia merasa nyaman dengan keadaan yang sekarang aku tidak tahu.
Kabar terakhir tentang dia adalah katanya dia sekarang sudah bekerja karena minggu lalu ketika temannya cerita kalau tinggal sehari lagi dia mengikuti training di tempat kerjanya , dan pastinya sekarang dia sudah kerja beneran karena sudah berapa hari berlalu. Apakah dia akan merasa perasaan yang sama seperti aku dulu waktu pertama bekerja, terasa tidak nyaman berada dalam atmosfer yang sangat tidak ada sebelumnya dalam kehidupan saya. Butuh waktu sebulan untuk beradaptasi dengan lingkungan kantor yang semuanya serba canggih, pertama aku mulai mengenal apa itu mesin fax dan kegunaanya yang sebelumnya hanya bisa berangan-angan dengan yang diajarkan disekolahan.
Dan mungkin satu-satunya pelajaran yang di ajarkan di sekolahan yang bisa aku gunakan disini adalah keahliaku mengetik, walaupun hanya satu tahun pelajaran ini diajarkan ketika kelas satu SMP. Dan aku merasa tak ingin menyia-nyiakan keahlianku itu maka aku beranikan untuk mengirimi surat yang mungkin bisa di bilang surat cinta atau apalah yang penting bagiku waktu itu aku ingin menunjukkan ke dia kalau aku sudah bekerja di tempat yang keren menurut versiku waktu itu. Tapi aku lupa kata-kata apa yang aku ketik untuk kukirimkan kepadanya, yang pasti habis itu aku menyesal bercampur marah karena reaksi dia itu di luar dugaanku yang mengatakan “ Kayak tidak ada kerjaan aja”
Untuk sementara waktu aku tidak pernah menelpon dia lagi, jujur aku sangat terpukul dengan kata-katanya yang tidak di saring terlebih dulu, kalau di jawa tanpa tedeng aling-aling.
Tibalah apa yang dinamakan hari valentine, yang orang Indonesia mengartikan hari kasih sayang. Walaupun kasih sayang tidak harus di tunjukan dalam moment itu dan itu adalah budaya Nasrani namun di Indonesia banyak yang merayakannya dan aku juga tidak ingin seakan dibilang tidak mengikuti trend yang sedang ada waktu itu, maka aku coba untuk berbagi hari kasih sayang itu dengan dia.
Aku coba jalan-jalan ke toko buku Gramedia dengan temenku yang agak bencong, tapi aku senang berteman dengan dia karena dia orangnya tidak neko-neko dan anaknya bisa mengerti perasaanku waktu itu dan seolah dia menjadi teman curhatku waktu itu, walaupun akhirnya persahabatan kita di akhiri dengan sebuah pertengkaran diam seribu bahasa karena perbedaan prinsip setelah saya mengenal dia lebh jauh ternyata dia menyukai sesama jenis. Wakktu itu kita tiba di Gramedia jam tujuh malam, dan kita langsung menuju pada keranjang yang dipenuhi dengan beragam amplop yang bertemakan Valentine, setelah mengobrak-abrik keranjang itu akhirnya aku dapatkan dua buah amplop pilihanku dan aku langsung berjalan ke arah barisan buku-buku novel yang dipajang. Waktu itu lagi awal-awalnya novel Cinta Pertama terbit, dan temenku yang bencong itu langsung kasih ide gimana kalau dia dikirimi kado buku novel ini. Tanpa pikir panjang aku langsung mengiyakannya karena sangat cocok dengan cov ernya yang berwarna merah muda yang identik dengan warna Valentine.
Aku kirimkan kartu ucapan itu beserta novel dalam satu amplop coklat tanpa ada tulisan tangan dariku semua hanya aku beli bungkus dan kirim, dan uniknya sebelumnya novel itu kami buka plastik pembungkusnya dan kami baca terlebih dahulu. Jadi bisa di bilang aku mengirimi dia barang bekas, tapi menurutku tidak apa-apa toh itu tidak begitu spesial. Hari berganti hari minggu berganti minggu aku tunggu kabar darinya kalau dia sudah menerima paket itu, namun akhirnya aku lelah menunggu dan terlupakan larut dalam kesibukan pekerjaanku.
Sejak saat itu lama sekali kita tidak pernah berhubungan, bahkan bisa dibilang aku telah lupa dengan dia, karena aku merasa mempunyai teman yang lebih bisa mengerti perasaanku waktu itu. Panggil saja dia Cay. Cay sebenarnya adalah tetangga dia, dan aku tahu dia pasti mengetahui hubunganku dengan Cay.waktu itu Cay kakak kelasnya dia dimana Cay kelas tiga sedangkan dia kelas dua. Walaupun kita menjalani hubungan di batasi jarak, bahkan akupun belum pernah mengutarakan isi hatiku padanya dalam tatap mata yang nyata semua terjadi melewati telepon. Seiring berjalannya waktu semakin serius hubungan antara aku dan Cay, bahkan sempat memimpikan kita nanti bisa hidup bersama dalam satu rumah bersama anak-anak kita, itulah kata-kata yang selalu membuatku semangat untuk menanti hari esok yang lebih baik. Hingga suatu hari aku mendapatkan hari lbur panjang di hari raya Idhul Adha aku sempatkan pulang kampung untuk melepaskan rasa kangenku pada Cay, bahkan aku merasa sangat beruntung karena waktu itu dia sudah lulus sekolah maka ketika aku akan balik ke Jakarta dia mau ikut dengan aku maka dengan senang hatipun aku menerima tawarannya itu. Waktu itu kita naik kereta ekonomi menuju Jakarta, sungguh indah sekali waktu itu kita menghabiskan waktu semalaman diperjalanan dalam kereta semua terasa sangat indah hingga sekarang saya menulis sayapun masih merasakan moment itu.
Namun kebahagiaan itu tidak berlangsung lama. Ternyata Cay sudah di jodohkan oleh orang tuanya, itulah mengapa sikap orang tuanya seperti menyembunyikan sesuatu waktu kemarin aku bertemu dengannya ketika aku pulang kampung. Aku hampir stress waktu itu walaupun Cay belum mengakui akan hal itu namun aku bisa mengerti waktu aku konfirmasikan hal itu padanya dia hanya diam saja. Akhirnya aku sadar bahwa selama ini aku hanya di bohongi olehnya.
Hingga saat lebaran Idul Fitri tiba aku pulang kampung, sempat Cay menantikan kehadiranku kebetulan waktu itu dia memang belum mendapatkan pekerjaan maka dia pulang kampung di pertengahan bulan puasa untuk menghindari penuh penumpang disaat-saat menjelang lebaran. Namun aku sudah tidak mengharap banyak darinya, karena aku tahu itu hanya kamuflase, dan satu-satunya harapanku adalah ingin bertemu dengan dia karena seakan aku membuka lembaran buku lama yang tersimpan dan begitulah perasaanku padanya waktu itu.
Satu minggu aku berada dikampung selama lebaran dan ini adalah malam terakhir aku berada di kampung. Besok sore aku harus kembali ke Jakarta karena libur lebaran telah usai, waktu itu perasaanku sangat tidak karuan bagaimana tidak seminggu di kampung rasanya sangat disayangkan bila tidak bertemu dengan dia. Maka setelah shalat maghrib aku beranikan diri untuk menelepon dia, aku tanya boleh aku main kerumahnya jawaban yang sangat menyejukan dia berikan, dan tanpa pikir panjang aku langsung meluncur kerumahnya menggunakan motor kakak iparku yang kita naiki dari Jakarta berdua.
Dan akhirnya moment yang aku impikan akhirnya terjadi juga, semalaman kita habiskan waktu di beranda rumahnya hingga tengah malam, aku sangat terkesan dengan moment itu. Karena sangat bahagianya sesampainya di Jakarta aku langsung tuangkan perasaan bahagiaku itu dalam my document, dan aku tuliskan surat buat dia.
I will never regret the time we spent together,
Itulah kata-kata yang aku tekankan dalam suratku padanya. Namun tetap saja dia tidak ada reaksi darinya. Hingga namun karena terlarut dalam kesibukanku aku tidak hiraukan lagi suratku itu, bahkan aku tidak ingin membahas itu lagi dengannya karena aku merasa itu tidak penting.